Saya, Keluarga dan Indonesia


Pada tahun 1999, Indonesia sedang tertimpa musibah krisis moneter, saat itu banyak sekali perusahaan-perusahaan yang gulung tikar akibat lumpuhnya kegiatan ekonomi sehingga meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia.  PHK juga terjadi pada ayah saya yang bekerja sebagai buruh pabrik di salah satu perusahaan mesin di Bandung.
Ayah pulang dengan raut muka sedih melihat keluarga kecilnya dengan anak satu dan istrinya yang sedang hamil tua memikirkan bagaimana untuk menafkahi mereka, hari demi hari ayah saya menabung untuk biaya persalinan anaknya dengan cara bekerja serabutan, dengan takdir Allah pada tanggal 27 Maret 1999 lahirlah saya, seorang anak laki-laki di rumah sakit Hasan Sadikin dengan nama Fahmi Sabila Dinnulhaq yang artinya “paham jalan agama yang benar”, Itulah do’a ibu dan ayah untuk anak kedua mereka.
            Kami tahu bahwa saat itu rejeki bagi saya dan keluarga diperbanyak oleh Allah SWT. Salah satunya adalah beberapa hari setelah saya lahir, ayah dipanggil kembali oleh perusahaannya yang dulu untuk kembali bekerja hingga saat ini.  Alhamdulillah.

You don’t choose your family. They are God’s gift to you, as you are to them.” – Desmond Tutu

            Saat ini saya berumur 19 tahun, berkuliah di Universitas Padjadjaran semester 4 jurusan peternakan prodi ilmu peternakan.  Menurut saya menuntut ilmu setinggi mungkin adalah salah satu bentuk kecintaan kita pada tanah air Indonesia, Karena pendidikan termasuk kedalam tolak ukur maju atau tidaknya suatu bangsa.  Salah satu diantara 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) atau SDGs yang diratifikasi oleh PBB yaitu pendidikan yang berkualitas.
            SDGs ini juga menggalakkan kesetaraan serta kesempatan belajar seumur hidup yang berkualitas.  Namun pada realitanya, pada tahun 2016, data UNICEF menghitung masih ada 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan, yakni 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia sekolah menengah pertama (SMP).   
Menurut pendapat saya bahwa salah satu penyebab putus sekolah di Indonesia adalah faktor ekonomi.  Sebagai contohnya adalah anak jalanan, atau pemulung yang tidak berkeinginan untuk masuk sekolah dikarenakan mereka sudah dapat mencari uang sendiri, dan merasakan kemerdekaan di dunia jalanan dan itu lebih menarik menurut mereka, ketimbang duduk di sekolah, berseragam, dan menerima pelajaran dari sekolah, belum lagi untuk keperluan yang lain seperti membeli seragam, sepatu, tas, buku yang dapat mengeluarkan biaya tidak sedikit.     
Solusi yang saya dapat pikirkan saat ini yaitu diadakannya sekolah non-formal, menjemput anak-anak yang ada di pinggir jalan, kolong jembatan, rel kereta api dll, sehingga mereka tertarik dengan menimba ilmu, membuat mereka lebih berfikir kritis bahwa pekerjaan itu bukan suatu warisan, melainkan pilihan yang harus dicapai dengan usaha, doa, dan kerja keras. Salah satunya seperti yang sedang saya lakukan yaitu mengemban ilmu setinggi mungkin.          
Namun saya bersyukur bahwa masih ada yang peduli dengan pendidikan Indonesia, salah satunya yaitu beasiswa Baituzzakah Pertamina yang dapat memberikan kesempatan bagi mahasiswa yang memiliki semangat untuk terus dan berkembang namun memiliki keterbatasan akses dalam hal ekonomi.  Target program beasiswa ini yaitu aktif di berbagai organisasi dan sukses di bidang akademis. Yang membedakan beasiswa ini dan beasiswa lain yaitu ada Paguyuban Scholars Lintas Kampus untuk meningkatkan softskill dan aktif dalam berorganisasi, selain itu penerima beasiswa ini juga diharuskan mengikuti program Tahfidz Qur’an dan program pengembangan diri lainnya.   
Salah satu kontribusi yang telah saya lakukan bagi Indonesia yaitu peduli lingkungan sekitar dengan cara mengikuti gotong royong bersama dengan bapak-bapak di komplek rumah, memakai produk dalam negeri selain itu juga saya menjauhi hal-hal yang negatif yang dapat merusak diri saya sendiri contohnya tidak merokok, menjauhi narkoba dan tidak meminum minuman beralkohol.  
Seperti yang kita tau bahwa moral bangsa Indonesia semakin hari semakin menurun. Yang dibutuhkan oleh remaja saat ini adalah makanan moral, salah satunya dengan diadakannya Tahfidz Qur’an dalam program beasiswa ini yang dapat memotivasi mahasiswa untuk lebih mengenal Al-Qur’an sebagai pedoman untuk hidup yang lebih baik.          
            Hal yang akan saya lakukan kedepannya yaitu melanjutkan mendidikan yang lebih tinggi jika diberi kesempatan, dan jika saya sukses saya ingin berkontribusi untuk memajukan pendidikan  di Indonesia salah satunya yaitu berzakat kepada para pelajar Indonesia yang membutuhkan dan membuat sekolah gratis bagi anak jalanan dan kaum dhuafa.


Komentar